Dear diary,
Kenapa mata ini selalu ingin memandangmu? Kenapa telinga ini selalu ingin mendengar suaramu? Kenapa bibir ini tak henti-hentinya memujamu? Dan kenapa otak ini selalu saja memikirkan dirimu? Entah mengapa baru kusadari jika engkaulah yang membuat jantung ini berdegup kencang. Tak kusangka dirimu membawaku ke sebuah keadaan yang membuatku selalu menunggu dan bertanya-tanya. Pertanyaan yang tak berujung pada sebuah jawaban pasti. Karena tak ada keberanian untuk memulainya.
Mataku menerawang setiap sudut sekolah, tapi kau tak terlihat. Kata anak-anak kamu sakit. Wajahku seketika berubah mengkerut. Rasa ingin tau tentang keadaanmu tak tahan ku pendam. Sayang aku tak bisa menjengukmu. Boro- boro jenguk. Nanyain keadaanmu lewat sms pun aku tak berani. Andai kau tau gundahnya hati ini memikirkan dirimu.
Kututup diary kesayanganku ini. Buku tebal bersampul kertas hitam yang selalu menemaniku setiap malam dan selalu jadi teman curhatku. Kuletakkan disebuah kotak hitam cukup besar berisi benda-benda berhargaku. Malam semakin larut. Pandanganku beralih keluar melihat bintang-bintang yang rasanya tak mau kalah berkilau dengan nyaringnya suara jangkrik memenuhi kesunyian malam itu. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 22.00. Setelah cukup puas menghirup udara malam nan tenang. Kuangkat tubuh ini ke kamar mandi dan mengambil air wudlu. Kukenakan mukena putih dengan sedikit motif bunga melati biru dipinggiran bawahnya. Konsentrasi mulai kukumpulkan untuk berkomunikasi dengan Allah SWT. Sholat usai,kurenungi semua yang telah kulakukan hari ini. Dimulailah curhatku kembali. Bukan dengan buku hitam tebal tadi melainkan dengan yang Maha Kuasa. Rasanya lega bisa berbagi semua cerita ini dengan-Nya. Tak lupa kupanjatkan doa dan permohonan maaf. Sungguh penolong dan pendorong hidupku. Rasa ngantuk mulai menggrogoti tubuhku dan kupejamkan mata ini di atas kasur empuk nan bersih dan nyaman.
* * * * *
Kriiiing !!!!!
Suara kencang itu selalu membangunkanku dari setiap mimpi-mimpi kecilku. Pukul 04.00. Jangkrik masih setia bernyanyi nyaring mengiringi lantunan azan pagi ini. Yang lain masih terbuai dengan mimpi mereka masing-masing.
“Iiihh..pergi lo! Jangan ganggu gue! Minggir! Gue sebel sama lo!” mulai lagi deh. Rebeca namanya. Biasa kupanggil Bic-bic. Gadis 13 tahun yang mempunyai mata sipit kucing, muka lonjong, hidung pesek, rambut bergelombang, kulit kuning lansat dan tinggi sekitar 145cm. Bic-bic adalah adik sepupu dari Ayah yang sekarang tinggal bersamaku. Dia memang begitu. Selalu saja ngelindur, membuatku kaget setiap saat. Tapi lama kelamaan udah biasa sih. Hheee. Dia ikut ortunya pindah tugas ke Purbalingga tapi dia lebih memilih untuk bersekolah di sini, di kota kecil, nyama, dan tak kalah modernnya dengan kota-kota besar lainnya. Purwokerto. Kurang lebih sudah dua tahun Bic-bic tinggal bersamaku. Kuanggap sebagai adikku sendiri. Ngomong-ngomong aku sendiri belum bercerita tentang siapa aku.
Kenalkan namaku Olla Shahidha Gustany. Biasa dipanggil Olla. Gadis 16 tahun yang terbentuk dari sebuah ovum,sebuah sperma dan pastinya nyawa dari Sang Pemberi dan keluar dari perut bunda dihari sabtu pahing,8 Agustus 1993 di RS.Hidayah. Aku masih tercatat sebagai seorang siswa di SMA N 1 Purwokerto kelas XI IPA3. Aku suka banget sama nyanyi dan baca novel. Sekarang aku masih nebeng ortu di rumah sederhana di daerah Mersi. Mungkin udah cukup kenalannya.
Kenalkan namaku Olla Shahidha Gustany. Biasa dipanggil Olla. Gadis 16 tahun yang terbentuk dari sebuah ovum,sebuah sperma dan pastinya nyawa dari Sang Pemberi dan keluar dari perut bunda dihari sabtu pahing,8 Agustus 1993 di RS.Hidayah. Aku masih tercatat sebagai seorang siswa di SMA N 1 Purwokerto kelas XI IPA3. Aku suka banget sama nyanyi dan baca novel. Sekarang aku masih nebeng ortu di rumah sederhana di daerah Mersi. Mungkin udah cukup kenalannya.
Kurasa nyawaku sudah terkumpul. Kubangkit tanpa suara sedikitpun agar tak mengganggu Bic-bic. Setelah sholat subuh, kulakukan rutinitasku berlari-lari kecil keliling perumahan sambil dengerin musik lewat headphone. Angin serasa masuk ke tulangku diiringi lagu ciptaan Naff, Akhirnya Ku Menemukanmu. Dingin. Tapi tak lama kemudian matahari mulai mengintip-ngintip di ufuk timur. Kusudahi lari-lari ini dan bergegas pulang untuk mandi,sarapan dan berangkat sekolah.
”Udah slese lari-larinya?” belum kulangkahkan kaki masuk teras rumah, suara seorang gadis berambut morak-marik masih dengan kaos lusuh dan hotpants pink bergambar spongebob terdengar jelas ditelingaku.
”Udahlah non. Kalo belum ngapain juga aku balik?” sahutku sewot.
”Yeee...cuma tanya doang kok. Lagian tumben jam segini lo udah balik? Mandi gih! Bau tau!” sahut Bic-bic lebih sewot.
”Iyeee..non. Kamu juga belum mandi to? Nyuruh-nyuruh lagi! Mandi juga dong! Tuh rambut udah ga karuan!”.
”Yoman”jawab Bic-bic singkat.
* * * * *
Gelisah mulai menyelimutiku. Angkot yang kutunggu-tunggu tak kunjung datang. Inilah repotnya punya adik yang ga bisa diajak kompromi. Udah tau mau berangkat sekolah, eh malah disuruh ngerjain PR dulu. Kenapa ga dari tadi malem gitu. Bic-bic..Bic-bic!! Jadi telat dah nunggu anggotnya. Udah gerimis pula. BT jadi. Untung aku udah sedia payung jadi ga kawatir basah.
Tepat pukul 06.40 angkot yang kutunggu-tunggu akhirnya datang juga. OMG..penuh banget. Terpaksa aku duduk di pintu. Dan yang bikin aku lebih kaget bukan kepayang,aku duduk sebelahan dengan seorang cowo yang namanya selalu ada di setiap hembusan nafasku. Cowo yang bikin aku insomnia, bikin aku gila dan bikin aku selalu salah tingkah apalagi kalau didepannya. Yaa..kaya sekarang ini. Aku hampir aja kepleset waktu mau naik angkot. Duuuuh..maluu banget. Untung aja penumpang yang lain ga liat, tapi dia sempet ketawa liyat aku kaya gitu. Aaaarrgh!!
Arvant Januar Permana. Anak-anak panggil dia Arvant. Begitu juga aku. Kami memang menggunakan angkot yang sama. Soalnya rumah kami satu arah. Aku ke Mersi dia ke Arca. Dia tersenyum misterius melihat keadaanku. Bisa dilihat mukaku benar-benar mengkerut dan memerah. Tapi dilubuk hati terdalam, aku sangaaaat senang, bahkan aku bisa terbang melayang ke langit ke-7. Mengingat dia adalah cinta pertamaku dan sekarang duduk disampingnya.
Tepat pukul 06.40 angkot yang kutunggu-tunggu akhirnya datang juga. OMG..penuh banget. Terpaksa aku duduk di pintu. Dan yang bikin aku lebih kaget bukan kepayang,aku duduk sebelahan dengan seorang cowo yang namanya selalu ada di setiap hembusan nafasku. Cowo yang bikin aku insomnia, bikin aku gila dan bikin aku selalu salah tingkah apalagi kalau didepannya. Yaa..kaya sekarang ini. Aku hampir aja kepleset waktu mau naik angkot. Duuuuh..maluu banget. Untung aja penumpang yang lain ga liat, tapi dia sempet ketawa liyat aku kaya gitu. Aaaarrgh!!
Arvant Januar Permana. Anak-anak panggil dia Arvant. Begitu juga aku. Kami memang menggunakan angkot yang sama. Soalnya rumah kami satu arah. Aku ke Mersi dia ke Arca. Dia tersenyum misterius melihat keadaanku. Bisa dilihat mukaku benar-benar mengkerut dan memerah. Tapi dilubuk hati terdalam, aku sangaaaat senang, bahkan aku bisa terbang melayang ke langit ke-7. Mengingat dia adalah cinta pertamaku dan sekarang duduk disampingnya.
*Tiga puluh menit kita disini, tanpa suara
Dan aku resah harus menunggu lama kata darimu
Mungkin butuh kursus merangkai kata, untuk bicara
Dan aku benci harus jujur padamu tentang semua ini
Jam dinding pun tertawa dan aku hanya diam dan membisu
Ingin ku maki diriku sendiri yang tak berkutik didepanmu
Ada yang lain disenyummu
Yang membuat lidahku gugup tak bergerak
Ada pelangi di bola matamu
Yang memaksa diriku tuk bilang, aku sayang padamu
Mungkin lagu diatas mewakili perasaanku kali ini. Obrolan tak kunjung dimulai. Entah mengapa mulutku seketika terkunci. Arvant pun hanya diam seperti biasanya. Tetap misterius. Aku bingung dengan semua keadaan ini. Sejak peristiwa empat tahun lalu aku tak pernah mengobrol langsung dengan Arvant. Terakhir ku ingat saat aku menyuruhnya membawa kas kelas untuk fotocopy. Hmm..lama sekali.
Dear dairy,
Kamis,14 febuari 2007
Buugg!!
Bola melambung kencang ke kanan gawang. Ku lihat Arvant memegangi perutnya kesakitan.
”Sakit ya,Van?” spontan aku berteriak kencang bertanya padanya. Semua orang tertuju padaku.
”Ihhii..Olla kenceng amat triaknya” sahut Najwa.
”Prikitiw..Olla. Hayuu ada pa ya? Kok triaknya penuh perasaan gitu?” tanggap Rara.
”Jangan-jangan Olla suka Arvant ya?” triak semua anak-anak cewe. Anak-anak cowo yang sedang bermain bola seketika berhenti dan ikut meledekku.
”Yeee...lagi pada napa sih? Lho wong aku cuma tanya biasa! Ga ada maksud apa pun. Lagian kalo yang jatuh Bima, Nanda, atau yang lain, aku juga bakalan triak kaya gitu.” jawabku sewot.
”Lho kok bawa-bawa ku segala sih! Arvant ya Aravant”protes Bima.
”Waaah..pasangan anyar geh. Raimu abang lah! Hahaha” sahut anak-anak cowo.
”ihh..pada kenapa sih. Biasa aja kali”
”Biasa apa biasa?”sahut Rima sambil meyikut lenganku.
”Bodo ahh” aku masih tersenyum tak sadar kalau aku mengatakan kalimat itu.
Aku sendiri tak mengerti kenapa aku berteriak seperti itu. Tapi jujur itu benar-benar murni keluar langsung dari mulutku. Spontanitas. Dan ga ada maksud apa-apa. Ku lihat wajah Arvant yang sedang diledeki pula oleh anak-anak cowo. Tak bisa kutebak ekspresi wajahnya. Dia begitu misterius dihadapanku.
Hari terus berjalan. Setiap saat aku selalu saja dipojokkan dengan Arvant. Sebal rasanya. Arvant adalah cowo dengan tinggi 175,muka lonjong, rambut kecoklat-coklatan,hidung mancung, good looking, pinter,dan selalu saja misterius dihadapanku. Sejak kejadian di lapangan itu, aku tak pernah lagi mengobrol dengannya. Rasanya canggung. Panggil namanya saja pasti sudah bikin gempar apalagi sampe ngobrol. Tapi lama kelamaan kurasa ada yang beda. Perbedaan yang sangat mencolok dalam hati kecilku. Rasa sebal itu berubah jadi sepi. Sepi karena kejadian itu membangun sebuah jembatan panjang memisahkan diriku dengan Arvant. Sampai saat ini. Saat aku terdiam seribu kata didepannya.
”Kiri” suara Arvant terdengar jelas ditelingaku. Menyadarkanku atas semua masa lalu itu. Setelah membayar aku langsung bergegas menuju sekolah. Aku berjalan di belakangnya. Aneh rasanya. Arvant memang cuek dan cukup pendiam. Sejak kejadian di lapangan dulu, aku jadi canggung setiap kali bertemu dengannya. Menurutku Arvant pun merasa sama sepertiku. Tak sedikitpun dia menoleh ke arahku. Tatapanku masih tertuju ke punggung tegapnya yang semakin menjauh dari pandanganku. Sekarang dia ga satu sekolah lagi denganku. Aku di SMANSA sebutan akrab SMA N 1 Purwokerto dan Arvant di disebrang jalan sana, tetangga kami SMADA, SMA N 2 Purwokerto.
”Woy..lagi nglamunin paan ni?” triak Rima sahabat karibku yang kembali sesekolah denganku. Rima mengagetkanku sambil menepuk bahu kiriku.
”Ngagetin aja ih. Ini lagi liat jalan yang gundul tanpa pohon.” jawabku inocent.
”Halah..liatin Arvant be ndadak boong. Itu anaknya aku liat. Ga bakat jadi pesulap lu. hehehe.”
”Kok tau?”tanyaku sambil tersenyum-senyum.
Bel sekolah sudah berbunyi tanda masuk sekolah.
”Yuk masuk,udah bel. Ntar dimarahin bu killer. hehehe.”
”Yoman..comeon bey!” ditariknya tanganku. Hampir saja jatuh.
* * * * *
Dear Diary,
Siang telah beranjak malam. Gelap malam telah sirna oleh terangnya mentari. Mentari pagi diselimuti embun yang kembali lagi menjadi siang dan terus berjalan seperti itu. Seperti jalannya rasaku ini pada Arvant. Empat tahun sudah rasa ini kupendam. Walaupun semua orang udah tau tapi dihadapannya masih kupendam rasa ini. Arvant bagaikan putri malu yang selalu ingin kusentuh. Tapi dia selalu menutup diri secepat kilat. Aku selalu bertanya-tanya mengapa dia selalu seperti itu. Diam dan selalu diam. Terutama didepanku. Misterius dan tak bisa ku tebak.
Tapi entah mengapa sosoknya yang seperti itu tak pernah mengurangi rasa kagumku padanya,entah apa namanya. Cinta mungkin. Semua yang kuinginkan dari seorang cowo ada pada dirinya. Dia sempurna dimataku. Tak tau sampai kapan aku diam didepannya. Diam karena bingung. Bingung untuk mengawalinya terlebih dahulu. Aku tak berani. Karena sepertinya aku kurang pantas untuknya dan mungkin dia tak pernah sadar akan adanya diriku. Kuingin kau tau kalau aku disini selalu memikirkanmu dan tak henti-hentinya mengagumi dirimu.
* * * * *
Hujan deras sore itu menghambatku pulang kerumah. Kira-kira sekitar pukul 16.00 setelah sholat asar di sekolah, kuputuskan untuk berjalan menunggu angkot didepan gedung Karisidenan. Tempat faforitku untuk menunggu angkot D1 dibawah pohon. Kulangkahkan kaki keluar pagar sekolah dengan mencincing rok panjangku. Kupegang payung putih polos ditangan kanan dan tas gendong kuletakkan didepan dada.
”Nebeng dong!”suara yang tiba-tiba terdengar jelas ditelinga kananku. Mengagetkan pastinya. Dengan reflek ku tolehkan kepala ke arah suara itu berasal dan menyadari ada seorang yang lebih tinggi dariku ada disampingku. Dia tersenyum manis padaku. Seketika ku hentikan langkahku tepat didepan tugu.
”Kok diem?”mataku tak berkedip sedetikpun. Mulutku melongo terbuka lebar.
”Hallo..masih hidup,bu? Ayo cepetan jalan, ntar basah semua ni baju!”payung ditanganku berpindah ketangannya. Tangan kirinya menggenggam tanganku erat dan membawaku mengarungi genangan air didepan kami. Tubuhku seakan melayang dibawanya.
Aku masih tak sadar antara pacaya atau tidak. Dia memegang tanganku sangaaat erat. Aku pun masih tertunduk melihat genangan air mulai masuk kedalam sepatuku. Arvant melepas tangannya. Payungku masih dipegangnya aman. Kami duduk dupagar gedung Karisidenan menunggu angkot.
”Sorry...”seketika Arvant menyadarkanku.
”Hmmm..”sahutku singkat yang masih sangat kaget.
”Maaf tadi aku udah tarik-tarik kamu ga izin dulu sama kamu mungkin bikin kamu kaget.”matanya sekarang memandangku.
”Oh ya ga apa-apa kok. Lagian aku juga masih ga sadar kalo kamu sekarang ada disampingku.”
”Upz.”spontan ku keluarkan kalimat konyol itu membuatku terlihat sangat bodoh. Arvant pun tertawa melihat tingkahku.
”Hey..ini aku Arvant. Arvant Januar Permana. Dulu pernah satu kelas sama kamu waktu SMP. Udah sadar?”tangannya terulur bersalaman denganku.
”Lebay ahh. Ga sampe segitunya kali.”aku tersenyum melihat polahnya yang aneh.
”Lho katanya ga sadar. Jangan-jangan ga inget malah. Jadi kenalan dulu dong. Sekarang kamu gih! Aku kan udah. Aku lupa namamu?”tanyanya dengan senyum meledek.
”Norak banget sih. Jangan ngebanyol ahh! Ini bukan Srimulat tau!” Ku lepas tanganku dari salaman yang cukup lama. Dan ku pukul lengannya. Pandanganku beralih melihat butiran-butiran air dihadapanku dan melipatkan tangan didepan tas gendong kesayanganku.
”Auuw..kok mukul? Sapa juga yang lagi ngebanyol? Srimulat? Gila aja,aku kan ga bisa sandiwara. Hheee. Udah gih cepetan kenalan lagi! Dulu kita kenalannya kan langsung kenal aja ga pake acara salaman kaya gini.”bujuknya menatapku.
”Preeet lah!”sahutku pendek masih mengalihkan pandangan.
”Ayo dong!”dia kembali menarik tanganku untuk bersalaman.
mmm..kenalin namaku Olla Shahidha Gustany. Kalo ga salah dulu kamu panggil aku Olla. Lahir di Banyumas,8 Agustus 1992. sekarang sekolah di SMANSA. Puas?” mataku dan Arvant saling memandang saat ku perkenalkan kembali namaku. Kembali ku alihkan pandanganku lurus kedepan dan penyudahi acara salaman itu. Ku sangga kepalaku dengan kedua tanganku bertumpu diatas tas gendong. Suasana beberapa menjadi sepi,hanya ada rintikan hujan dan bunyi kendaraan bermotor.
”Jadi bingung”Arvant memecahkan kesepian.
”Kenapa bingung?”ku menoleh melihat wajahnya dengan masih meyangga kepala ini dengan tangan.
”Masa bingung? Tadi aja udah nyricis gitu. Aku aja kaget,secara seorang Arvant yangdiem jadi bisa ngebanyol gitu. It’s Amazing!” ku balas senyumnya kembali dengan senyum mengejek.
”Hmm..dibahas lagi soal ngebanyol. Kan udah aku bilang,kalo itu bukan ngebanyol,Olla! Yee..diem darimana? Aku seringgila-gilaan sama anak-anak cowo kok. Kamu kan pernah satu kelas sama aku. Masa ga tau sih?”jelasnya.
”Tapi didepanku kamu selalu diem. Ya to? Kalo aku ga salah ini pertama kalinya kita ngobrol setelah aku sama kamu digosipin”
”Di sms pernah!”belanya.
”Itu beda lagi. Sms juga udah lama banget. Terakhir waktu aku tanya tentang kelulusan dan mau lanjut ke SMA mana. Ya to?”jawabku agak sewot.”
”Ya sih. Maaf deh.” sahutnya sambil tersenyum kecil.
”Hmmm...”jawabku singkat.
Hujan semakin deras. Baju kami basah semua. Dingin pun semakin marasuk dalam tubuhku.
”Dingin banget ya? Mana angkotnya lama banget lagi. Huffht”tanganku kembali dilipat depan tas gendognku dan bibirku mulai menggigil.
”Pegang dulu!”payung dikasihkan padaku. Arvant bergegas mengambil jaket dalam tasnya dan langsung memakaikannya padaku.
”Kamu ga pake?”mataku kembali memandangnya lekat.
”Aku kan cowo,pastinya lebih kuat dari kamu. Walaupun aku tau kamu cewe tahan banting tetep aja bisa sakit”.Senyumnya membuatku labih kagum.
”Makasih. Tau dari mana aku tahan banting?”sahutku dengan tersenyum dan masih terus memandangnya.
”Tau aja.”mulai lagi dia bertingkah konyol dihadapanku.
Akhirnya kendaraan yang kami tunggu-tunggu datang juga. Hanya ada deorang sopir yang menemani kami berdua. Aku duduk dibangku sebelah kanan dan Arvant disebelah kanan.
”Nomor yang dulu masih aktif?”dengan kompak kami bertanya bersamaan. Tawa pun tak kuat kami tahan.
”Masih kok”jawabku masih tertawa.
”081327054372”lanjutku.
”Aku juga masih yang lama. 0896986828”jawab Arvant.
”Okay. Masih ada dikontakku”
”Sip dah. Ehh..udah sampe ni”
”Yoman..aku duluan ya?”pamitku.
”Ati-ati!”Arvant tersenyum manis.
”Thanks” Aku langsung bersalaman dan turun dari angkot. Ku lambaikan tanganku pada Arvant didalam angkot.
* * * * *
Sehabis sholat isya,aku bergegas belajar. Aku coba berkonsentrasi dengan pelajaran itu tapi pikiranku selalu tertuju pada kejadian tadi sore. Semakin aku berusaha menghilangkan pikiran itu,semakin besar pula kejadian itu berkutat di otakku. Jadi kuputuskan untuk menyudahi belajar dan mulai membuka buku diaryku ditemani lagu Hujan,Utopia yang membuatku semakin ingat padanya.
Dear diary,
Dilema sekarang menyelimuti diriku. Kejadian tadi membuatku semakin dilema dan tak tau harus bagaimana. Tiba-tiba sosoknya yang pendiam menjadi sangat dekat denganku. Senang memang bisa lebih dekat dengangnya. Tapi muncul banyak pertanyaan dalam hatiku tentang semua kejadian ini. Kejadian yang mengagetkanku. Apakah ini pertanda dia memiliki perasaan yang sama padaku? Entahlah..hanya Arvant dan Tuhan yang tau.
Seharusnya aku senang. Tapi aku lebih merasa takut. Takut jikalau semua kejadian tadi hanyalah khayalan semata yang bisa membuatku jatuh. Tapi aku tetap bisa tersenyum dan masih terus-menerus kagum pada dirinya.
* Derai hujan basahi aku
Temani sepian mengendap
Kala aku mengingatmu
Dan semua saat manis itu
Aku selalu bahagia,saat hujan turun
Karena aku dapat mengenangmu untukku sendiri
Aku bisa tersenyum sepangjang hari
Karena hujan pernah menahanmu disini
Untuku..
Lantunan lagu Hujan,Utopia mmembawaku kedalam kejadian tadi sore. Lagu yang mengingatkanku pada Arvant dan mewakili jeritan hatiku.
* * * * *
Kulangkahkan kaki pasti memasuki pagar sekolah. Tadi baru saja ku kembalikan jaket Arvant padanya. Tak lama. Dia langsung berjalan meninggalkan senyuman manisnya yang selalu ada dihatiku. Hari ini pun kujalani dengan penuh senyuman dan membuat Rima bertanya-tanya. Bel pulang berbunyi. Rima langsung penggeretku ke beranda kelas dan langsung mengintrogasiku.
”Ni hari kesambet apa? Kok senyam-senyum gitu? Kaya orang gila tau” tanyanya penasaran.
”Yeee..emangnya aku apa? Masa kesambet sih! Mau tau?”
”He eh”jawabnya singkat dengan penuh penasaran.
Ku ceritakan kejadian yang kemarin aku alami. Rima hanya bisa ternganga dan tak percaya.
”Beneran tuh? Jangan boong ah!”
”Ga percaya ya udah. Tadi aja aku baru ngembaliin jaketnya. Kamu datengnya telat sih!”
”Wow..berarti udah ada sinyal tuh,La?”
”Sinyal paan? Kalo dia punya rasa juga sama aku?”jawabku pasti.
”Ya..ialah. Mau sinyal apa lagi”sahut Rima.
”Aku malah mandan takut. Ngertikan maksudku?”
”Ya..bener juga sih. Jangan terlalu berharap. Nanti kalo jatuh mesti sakit banget!”terang Rima.
”Itu dia. Aku anggap kejadian kemarin cuma sekedar takdir dari Tuhan kasih kesempatan buat aku untuk bentar deket sama dia.”jawabku dengan wajah yang berubah menjadi mendung.
”Sabar ya,La”
”Yoman. Jadi nebengin aku pulang to?”
”Pastinya. Hhee.”
Di perjalanan aku masih merenungi kata-kata Rima tadi. Memang tak baik berharap berlebihan.
* * * * *
Malam ini hujan deras tujun disertai badai angin. Jaket tebal,celana panjang,serta kaos kaki tak lupa kukenakan. Kubaca berulang kali materi Fisika yang sebenarnya sudah bosan untuk membacanya kembali. Tapi apa boleh buat,ulangan besok harus ku dapatkan nilai sempurna.
wherever you go..whatever you do..I will be right here waiting for you...
whatever it takes or how may heart breaks..I will be right here waiting for you...
Suara Ricard Marks menandai pesan masuk di handphone ku. Kubaca dengan mata sebelah karena kedua mataku hampir saja mengatup. Aku sudah sangat mengantuk karena hujan ini.
Sender : Arvant^
Qu ga snggup mendem rasa nie trus-trusn.Yg hrus kmu tau,Qu dsni jg ngrsaen apa yg kmu rasaen ma Qu.Tp Q ga pantes wat kmu. Mav . . Skali lgi maaav.
Qu nyesel hrus ngmong nie ke kmu. Thx . T.T
Kubaca ulang beberapa kalimat itu. Aku hanya bisa terdiam dan air mataku perlahan-lahan mengaliri wajahku. Sedih. Sakit. Lemas tanpa tenaga. Ku putar lagu Ricard Marks untuk membawaku jauh-jauh dari dunia nyata yang peyakitkan hati ini. Dunia mimpi yang entah berasal darimana.
Arvant's diary,
Dua pilihan ada didepanku sekarang. Aku sangat pengecut untuk seorang gadis seperti Olla. Aku sangat mencintainya tapi aku tak bisa mempertahankan cintaku itu. Mungkin aku terlalu banyak berfikir. Makadari itu aku putuskan menjauh darinya dan mulai belajar mencintai seorang gadis yang dengan beraninya mengatakan sebuah kalimat yang tak sanggup ku katakan pada Olla. Maafkan aku. Karena aku telah masuk dalam kehidupanmu.
Arvant J.P.
* * * * *
Setelah sholat subuh ku lakukan rutinitasku seperti biasa. Embun pagi sedikit menenangkan pikiranku. Sinar mentari menguatkan diriku. Dengan langkah kecilku aku berjalan tanpa arah. Sesampainya disebuah lapangan luas penuh dengan rumput hijau aku berhenti.
”Aaaaaarrgh..”
Aku berteriak sekencang mungkin untuk melepaskan semua kepenakan dalam hatku. Air mataku kembali keluar tanpa segan-segan. Aku menyadari semua ini. Cinta memang tak harus memiliki . Itu yang selalu kurasakan. Hanya ada Cinta dalam hati. Laluna mengekspresikan keadaanku sekarang dengan sebuah lagu yang begitu dalam artinya bagiku.
*Selepas kau pergi
Tinggallah disini ku sendiri
Ku merasakan sesuatu
Yang tlah hilang didalam hidupku
Dalam lubuk hatiku
Ku yakin kau sebenarnya
Tak ingin lepas dariku
Hilanglah damba tinggalah hampa
Bantu aku membencimu
Ku terlalu mencintaimu
Dirimu begitu
Berarti untuku
Kau telah menerima
Dan dicintai kekasihmu
Ini tak adil bagiku
Taukah kau kini ku terluka
Bantu aku membencimu
Ku terlalu mencintaimu
Dirimu begitu
Berarti untuku..
2 komentar:
ditunggu kelanjutin critanya :D
salam kenal ^^
ini ceritanya udah tamat, lagian jg cerita ngawur jadi ga ada kelanjutannya hehe :)
Posting Komentar